Senin, 18 Juli 2011

Konsep Wanita Masa Kini

Apa engkau akan bangga ketika melihat suamimu “nenteng” piring sendiri, mengambil makanan yang tertata rapi di meja makan itu, dan kembali mencuci piring setelah makannya?. Akankah engkau bangga sebagai seorang istri ketika ada seorang tamu dari suamimu, kemudian tampak pemandangan memilukan, keluar dari bilik dapurmu, dengan nampan di tangan suamimu?
Bukanlah impian setiap wanita saya rasa. Tidak seorang wanitapun bangga menyaksikan tontonan seperti itu. Mustahil kepuasan itu Anda miliki sebagai seorang istri seutuhnya. Macam apa perilaku yang saya rasa tidak pantas dilakukan sebagai seorang muslimah dengan kemolekan adat ketimurannya. Naudzubillah.
Bukan apa-apa, ini sekedar untuk mengingatkan diri saya sendiri yang terkadang suka bercanda. Teringat guyonan beberapa wanita pasca menikah, entah saking senangnya menikmati tugas barunya, entah saking kagetnya, atau bahkan memang tidak terbiasa dengan segenap aktifitas rumah tangga, pekerjaan seorang istri. Kebahagiaan yang terkadang tak ingin begitu ditampakkan, terbungkuslah menjadi sebuah guyonan yang mungkin untuk beberapa orang terdengar wajar dan guyonan biasa, “menjadi pembantu di rumah sendiri”. Namun sangat tidak enak di dengar untuk beberapa orang, terlalu kasar untuk didengar, terlalu tidak sopan untuk diucapkan, dan memang kesimpulannnya sebenarnya tidak layak guyonan seperti itu. Jangan pernah lagi menggunakan logat guyonan yang tidak universal itu, carilah kata-kata lain yang lebih pantas dalam konteks bergurau. Astaghfirulloh.
Wanita, Ibu. Yah, wanita adalah identik dengan seorang ibu. Bercermin melihat sosok yang begitu sabarnya, tak pernah mengeluh dengan seabrek aktifitasnya. Bangun tidur demikian petangnya, tidak ingin melihat anak-anaknya pergi ke sekolah dalam kondisi belum sarapan, tak ingin membiarkan sang suami berangkat bekerja dengan bekal menu pagi yang tidak segar untuk dinikmati. Dengan tulusnya menyiapkan segala kebutuhan suami dan buah hati. Tak cukup hanya itu, bejibun pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di sela-sela kesibukan lain untuk berkarya. Membantu suami bekerja, menjadi wanita mandiri dengan berbagai ragam aktifitas yang digeluti, bukanlah hal yang mudah. Melakoni pekerjaan yang demikian multi-nya, menjadi seorang istri ketika harus berhadapan dengan sang suami, menjadi seorang ibu ketika sang anak membutuhkan setiap detiknya, menjadi seorang wanita karir ketika pekerjaan menunggu di depan mata, adalah tidak semua wanita bisa. Tapi wanita separoh baya itu, yah saya memanggilnya ibu, tidak pernah mengeluh dan selalu tampak tegar seolah tanpa capek. Ketika rasa letih melanda di penghujung hari, hanya sejenak memejamkan mata, menerbangkan jiwanya ke alam mimpi, membiarkan raga terdiam dalam balutan selimut hangat, yah hanya itu mungkin yang dia butuhkan, sejenak melepas lelah. Berharap ketika membuka kembali matanya yang syahdu itu, segenap kekuatan dan semangat akan selalu hadir di setiap harinya. Yah benar, setiap harinya, setiap denyut jantung dan setiap hembusan nafasnya, ingin selalu diisinya dengan pengabdian demi pengabdian untuk keluargnya. Tanpa pamrih, tanpa mengeluh.
Ketika sang ibu sakitpun, kadang tak berkenan disebutnya sakit. “Hanya butuh sedikit istirahat, tidak perlu ke dokter, obat, atau segala macamnya, nanti juga enakan dengan sendirinya”. Klise, sangat klise tapi tak ingin terlihat lemah, tak bisa membayangkan betapa terbengkalainya pekerjaan rumah yang harus ia tinggalkan jika ia bersahabat dengan sakit. Tak kuasa menyerahkan sepenuhnya atau bahkan sebagian pekerjaan yang menyangkut kebutuhan buah hati dan suaminya kepada orang lain, sebut pembantu rumah tangga. Tak percaya semua akan bisa sebaik yang dia lakukan. Kekuatan itulah, rasa cinta kasih yang tulus inilah, dan selalu ingin memberikan pelayanan yang prima kepada keluarga, yang akan menjadikan seorang ibu, seorang wanita merasa menjadi puas, dan hingga akhirnya bangga menjadi seorang wanita seutuhnya.
2011. Mungkin menjadi sebuah pertanyaan besar. Itu dulu, itu sudah lampau, menjadi sosok wanita seperti Kartini jadul (jaman dulu) yang harus bergulat tanpa henti dengan pekerjaan rumah, membosankan. Berapa banyak wanita yang mampu menjadi potret Kartini masa kini? Lalu bagaimana konsep wanita masa depan?
Kartini, Kartini. Ibu kita Kartini saja mampu menjadi wanita yang tidak bisa diremehkan namun tidak pernah mengabaikan perannya sebagai seorang istri dan ibu. Lalu alasan apa yang membuat kita, wanita masa kini tidak bisa menjadi cermin dan konsep wanita masa depan, 5 atau bahkan 10 tahun lagi? Kesibukan sebagai wanita karir, wanita kantoran dengan setumpuk pekerjaan di meja, wanita sibuk dengan segunung jam terbang ke luar kota, luar negeri? Wanita dengan jabatannya sebagai seorang pemimpin perusahaan, manager, direktur, presiden organisasi? Tidak ada alasan yang mampu menumbangkan kodrat kita sebagai wanita. Biarlah perusahan, kekayaan, materi membayar Anda sedemikian mahalnya, namun siapa yang mampu menebus kewajiban Anda kepada suami, mendidik dan mencurahkan kasih sayang kepada sang buah hati? Siapa yang bertanggung jawab jika suami Anda merasa tidak dihargai sebagai suami, tidak diperlakukan layaknya kepala rumah tangga, tidak dilayani sebagaimana haknya? Siapa yang mampu membayar penyesalan Anda jika suatu hari Anda temukan anak-anak Anda mencari tempat lain yang lebih nyaman, yang tidak didapatkan dari Anda, narkoba, pergaulan bebas, contoh gampangnya. Jawabannya adalah tidak ada. Seluruh jabatan, karir, kekayaaan yang Anda banggakan tidak akan mampu melunasi semua kewajiban Anda, tidak akan menyelamatkan Anda dari penyesalan yang bertumpuk.
Semua adalah pilihan, menjadi wanita yang bangga atau menjadi wanita bertopeng? Pekerjaan, karir, jabatan bukanlah halangan untuk menjadikan Anda menjadi wanita yang bangga akan diri sendiri. Menyerahkan semua tanggung jawab Anda kepada orang ketiga (baca : pembantu), atau bahkan menerapkan istilah “self service” untuk anggota keluarga Anda adalah bukan solusi, itu seburuk-buruk pilihan. Kewajiban sebagai seorang wanita adalah hal yang sangat menyenangkan jika dilakoni karena ibada, niat tulus. Akan menjadi jauh lebih membanggakan jika kita menjadi wanita yang tidak biasa. Tak sedikitpun meninggalkan kewajiban sebagai seorang istri sekaligus ibu, namun tak ada alasan untuk berhenti berkarya. Tidak semua orang bisa, terkadang harus memilih antara karir dan keluarga. Namun menjadi wanita yang luar bisa, mengabdi kepada keluarga tanpa berhenti berkarya dan mandiri adalah sangat mungkin. Tidaklah mudah, tapi pasti bisa.
Saya rasa, itulah konsep wanita masa depan.
Wanita yang bangga akan dirinya sendiri karena mampu menjadi istri yang bersahaja bagi suaminya, ibu yang hebat bagi anak-anaknya, dan penyejuk bagi rumah tangganya. Pengabdian seorang istri karena ketulusannya, cinta kasihnya adalah mutiara tiada tara, bak embun penyejuk di kala panasnya padang pasir. (Baca : Ala eRHa).
Cloud I be? I hope I really could be good wife and great mom. My family wanna be, I love U….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar